Saturday, October 28, 2006

Klabat Sekelebat
Sebenarnya perjalanan ke Teluk Klabat, Pulau Bangka, terjadi 13-17 Oktober lalu. Tapi karena koneksi internet di tempat2 yang biasa saya tongkrongi di Jakarta itu alangkah luuuaaamanya... maka baru bisa update blog sekarang, dari London. Kami bertiga tinggal di Tanjung Penyusuk, desa nelayan mungil yang hanya terdiri dari deretan beberapa pondok sederhana di pantai berpasir putih. Kami tinggal di pondok milik Usman, yang berdinding bambu dan beratap rumbia (seperti deskripsi lagu Rumah Kita, God Bless, kira2 gitu deh). Disini, seperti di tempat-tempat lain dimana kehidupan bisa berjalan baik tanpa perlu jam dinding, waktu berjalan pelan sekali. Sebuah ritme yang memang tercipta untuk dinikmati.

Foto Tanjung Penyusuk ini dijepret oleh Yoas Nathan (Maacih Jo. sayang kita ga bisa dapet proper sunset, kabut asap sialan!). Di berbagai tempat di Pulau Bangka, kehidupan masyarakatnya berkutat di sekitar penggalian timah secara inkonvensional (ngetop dengan sebutan TI). Penambangan secara terbuka yang meninggalkan ceruk-ceruk raksasa menganga setelah habis dikeruk pasir timahnya. Menyedihkan. Hanya kaum nelayan di Tanjung Penyusuk-lah yang mencoba bertahan tidak ikut mencoba peruntungan dari TI. Seperti Usman, seperti ayah Usman.

Saya juga berkenalan dengan Aan, bocah 11 tahun kemenakan Usman. Aan jarang bertemu orang diluar anggota keluarga dan teman mainnya. Tapi dalam tempo singkat, dia tidak canggung saya ajak ngobrol, meski perannya lebih banyak menjawab pertanyaan saya. Ini sering sekali saya temui pada anak-anak di berbagai tempat di Indonesia. Ketika berinteraksi dengan orang dewasa, mereka hanya bicara jika ditanya. Sangat jarang secara spontan mengeluarkan pikiran mereka. Anak-anak yang saya temui di London, bisa dengan leluasa mengajukan pertanyaan atau pendapatnya tanpa diminta. Kenapa ya?

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Hehehe... pengalaman pertamaku bertualang dengan kalian... seorang Marinir jadi-jadian dan seorang reporter yang jarang mandi hingga berkerak dan sulit dibedakan dengan batu karang yang menjadi tempat menempelnya-hehehehe. Aduuuuh betapa gw menantikan petualangan selanjutnya. Btw, maaf dengan tanggal 'error' yang tercetak bersama dengan foto yang gw jepret.

1:07 PM  
Blogger swastika said...

wah... sial. gmn mau mandi, lah air tawar aja nggak ada. hahaha... tapi tetep keren kan gue? yuk, ntar kita jalan lagi ke gunung yg ada sungainya dgn air jernih mengalir! pasti gue mandi sehari 3 kali!

1:10 PM  

Post a Comment

<< Home