Saturday, October 28, 2006

London Lagi
Tiba di London jam 7.20 local time, disambut warna langit yang paling saya sukai, biru pekat. Selain memang matahari belum muncul, matahari disini memang mahal harganya. Entah kenapa semua yang berhubungan dengan gadget jadi serba bikin bete hari ini. Pertama, saya nggak bisa kirim sms melalui nomer UK saya. Kirain krn habis pulsa tapi ternyata karena ada masalah dengan message service centernya. Dasar mobile world dodol! Saya lebih dodol karena mau aja pake provider kampungan nggak mutu kayak mobile world!

Lalu laptop saya crash. Setelah sempat dipakai sebentar untuk cek email dan Skype, tiba-tiba aja windowsnya mati. Pindah ke blue screen dengan pesan berbahasa teknis yang sulit saya mengerti... saya restart sempat bisa. Tapi lalu crash lagi. Dan dini hari ini, udah kesekian kalinya saya restart gagal terus! Bete!

Padahal dokumen untuk pekerjaan saya besok ada disitu, naskah yang belum tuntas & transkrip wawancara juga disitu... Kenapa ini? Saya mesti gimana? Duh Gusti, menopo lepat kawulo?
Klabat Sekelebat
Sebenarnya perjalanan ke Teluk Klabat, Pulau Bangka, terjadi 13-17 Oktober lalu. Tapi karena koneksi internet di tempat2 yang biasa saya tongkrongi di Jakarta itu alangkah luuuaaamanya... maka baru bisa update blog sekarang, dari London. Kami bertiga tinggal di Tanjung Penyusuk, desa nelayan mungil yang hanya terdiri dari deretan beberapa pondok sederhana di pantai berpasir putih. Kami tinggal di pondok milik Usman, yang berdinding bambu dan beratap rumbia (seperti deskripsi lagu Rumah Kita, God Bless, kira2 gitu deh). Disini, seperti di tempat-tempat lain dimana kehidupan bisa berjalan baik tanpa perlu jam dinding, waktu berjalan pelan sekali. Sebuah ritme yang memang tercipta untuk dinikmati.

Foto Tanjung Penyusuk ini dijepret oleh Yoas Nathan (Maacih Jo. sayang kita ga bisa dapet proper sunset, kabut asap sialan!). Di berbagai tempat di Pulau Bangka, kehidupan masyarakatnya berkutat di sekitar penggalian timah secara inkonvensional (ngetop dengan sebutan TI). Penambangan secara terbuka yang meninggalkan ceruk-ceruk raksasa menganga setelah habis dikeruk pasir timahnya. Menyedihkan. Hanya kaum nelayan di Tanjung Penyusuk-lah yang mencoba bertahan tidak ikut mencoba peruntungan dari TI. Seperti Usman, seperti ayah Usman.

Saya juga berkenalan dengan Aan, bocah 11 tahun kemenakan Usman. Aan jarang bertemu orang diluar anggota keluarga dan teman mainnya. Tapi dalam tempo singkat, dia tidak canggung saya ajak ngobrol, meski perannya lebih banyak menjawab pertanyaan saya. Ini sering sekali saya temui pada anak-anak di berbagai tempat di Indonesia. Ketika berinteraksi dengan orang dewasa, mereka hanya bicara jika ditanya. Sangat jarang secara spontan mengeluarkan pikiran mereka. Anak-anak yang saya temui di London, bisa dengan leluasa mengajukan pertanyaan atau pendapatnya tanpa diminta. Kenapa ya?

Thursday, October 05, 2006

Hantu?
Saya masih saja belum rela dengan ratusan poundsterling yang begitu saja masuk ke pundi-pundi airline network. Logo Etihad, angka '28' berukuran raksasa, counter check in Gatwick Airport, dan senyum-manis-setengah-terpaksa mas petugas ticketing terus datang menghantui saya dalam mimpi di malam hari dan lamunan di siang hari. Saya seperti mengalami sleep paralysis, kadang seperti ada angka 28 berwarna hitam berukuran besar menghantam kepala saat saya diantara tidur dan terjaga. Duh gusti, ada apa ini?
Flight Mahal
Beberapa bulan lalu saya dan teman-teman sekelas saling cerita hal paling bodoh yang pernah kita lakukan. Saya lupa sih, waktu itu saya cerita apa. Yang jelas cerita di balik flight saya ke Jakarta kali ini adalah hal paling bodoh yang pernah saya lakukan. Jadi gini, saya pesan tiket melalui website airlinenetwork.co.uk cukup mendadak dan sempat cemas ketika 2 hari menjelang tanggal keberangkatan ticketnya belum juga ditangan. Ternyata ticketnya baru sampai di rumah hari Rabu 27 September kemarin. Okeh. Lega dong. Siap berangkat.


Jumat 29 September, jam 8.55 am saya sudah sampai di Gatwick airport, untuk flight jam 11 am. Pas dong... yuuuk mari ke meja check in. Saya dengan tersenyum manis memberikan tiket dan paspor ke mbak petugas check-in. Dia melihat dokumen saya beberapa saat dan bilang, “You were supposed to fly yesterday. Your ticket is for Thursday, 28th of September.”

HAAAH?!?!?! Apa??? Tidaaaaaaak!!!
Lutut saya mendadak lemas. Rasanya mau pingsan ditempat saat mbak petugas check in nunjukin tanggal yang tercetak di tiket, 28 September. Mati nih! Saya pun bilang pasti ada kesalahan booking, atau salah cetak. Si Mbak menyarankan saya ke counter ticket Etihad airlines di bandara dan membereskan urusan ini dengan petugas ticketing. Perasaan saya sudah kacau. Rasanya mau teriak saat mas petugas ticketing hanya bilang "Sorry, we can't help you. If there's a mistake in the booking, you have to contact your travel agent to sort things out".

Pilihan saya adalah menelfon travel agent (airlines network) untuk meluruskan kesalahan apapun yang terjadi atau membeli tiket baru saat itu juga. Tadinya saya yakin betul flight saya dari London adalah hari Jumat. Tapi setelah saya ingat-ingat lagi, jangan-jangan saya memang mulai linglung, menyangka tanggal 28 September adalah hari Jumat. Siaaaaaal...

Karena alasan emosional dan beberapa pertimbangan praktis, saya bersikeras harus terbang pagi itu juga. Padahal return ticket saya sudah hangus karena tidak saya pakai tanggal 28 Sept. Tak ada jalan lain, saya terpaksa beli RETURN TICKET BARU yang tentunya jauh lebih mahal. Sial. Sial. Sial. Rasanya langit runtuh diatas kepala saya. Rasanya saya ingin mencabuti tiap helai rambut di kepala! Sayang saya manusia biasa. Seandainya saya bisa traveling pake floo powder aja, kayak Harry Potter!

Karena tiket baru di print 35 menit sebelum jam take off, saya pun harus lari (beneran, sprint!) untuk melalui security check, imigrasi dan masuk ke pesawat. Setelah duduk di pesawat pun, mixed feeling antara penasaran apakah salah booking atau saya yang memang linglung, terus memenuhi kepala saya. Entahlah... saya pasrah dan setengah putus asa. For sure, I'm financially devastated. Damn!